UU no. 19
tentang hak cipta :
Dalam undang-undang no. 19 ini
menjelaskan mengenai hak cipta yang terdapat di negara republik Indonesia. Bahwasanya
Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki banyak sekali keanekaragaman
etnik/suku bangsa dan budaya, serta kekayaan yang melimpah di bidang seni dan
sastra. Dengan itu pengembangannya harus memerlukan perlindungan Hak Cipta
terhadap kekayaan intelektual yang lahir dari keanekaragaman itu sendiri.
Indonesia telah menjadi anggota di
berbagai konvensi/perjanjian internasional di bidang hak kekayaan intelektual
pada umumnya dan Hak Cipta pada khususnya. Indonesia juga memiliki perkembangan
di bidang perdagangan, industri, dan investasi telah sedemikian pesat sehingga
memerlukan peningkatan Hak perlindungan bagi Pencipta dan Pemilik untuk
kepentingan masyarakat luas.
Contohnya kasusnya adalah : tentang mengklaim
kebudayaan Indonesia asal Jawa Timur yaitu reog ponorogo dan kebudayaan Bali
yaitu tari pendet. Dalam pasal 10 ayat 1 sudah dijelaskan mengenai “Negara
memegang Hak Cipta atas karya peninggalan prasejarah, sejarah, dan benda budaya
nasional lainnya.” Oleh sebab itu negara kita menegaskan kepada negara yang
mengklaim kebudayaan Indonesia tersebut.
UU
no. 36 tentang telekomunikasi :
Dalam
undang-undang no. 36 ini menjelaskan tentang hukum yang terkait
dengan pemanfaatan teknologi informasi. Istilah lain yang juga digunakan adalah
hukum Teknologi Informasi dan Hukum Dunia Maya serta Hukum Mayantara.
Istilah-istilah tersebut lahir mengingat kegiatan internet dan pemanfaatan
teknologi informasi berbasis virtual. Istilah hukum siber digunakan dalam
tulisan ini dilandasi pemikiran bahwa cyber jika diidentikan dengan “dunia
maya” akan cukup menghadapi persoalan ketika terkait dengan pembuktian dan
penegakan hukumnya. Mengingat para penegak hukum akan menghadapi kesulitan jika
harus membuktikan suatu persoalan yang diasumsikan sebagai “maya”, sesuatu yang
tidak terlihat dan semu. Di internet hukum itu adalah cyber law, hukum yang
khusus berlaku di dunia cyber. Secara luas cyber law bukan hanya meliputi
tindak kejahatan di internet, namun juga aturan yang melindungi para pelaku e-commerce,
e-learning
pemegang hak cipta, rahasia dagang, paten, e-signature dan masih
banyak lagi.
Contoh
kasusnya adalah : pembajakan email atau pembuatan web resmi yang bukan dari
perusahaan tersebut (palsu), yang di dalamnya menginformasikan tentang penipuan
bagi para pengguna layanan tersebut.
UU
Informasi dan transaksi elektronik (ITE) :
Dalam
undang-undang ini menjelaskan tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik (ITE), undang-undang ini dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu:
-pengaturan mengenai informasi dan transaksi
elektronik dan,
-pengaturan mengenai perbuatan yang dilarang.
Pengaturan
mengenai informasi dan transaksi elektronik mengacu pada beberapa instrumen
internasional, seperti UNCITRAL Model Law on eCommerce dan UNCITRAL Model Law
on eSignature. Bagian ini dimaksudkan untuk mengakomodir kebutuhan para pelaku
bisnis di internet dan masyarakat umumnya guna mendapatkan kepastian hukum
dalam melakukan transaksi elektronik. Beberapa materi yang diatur, antara lain:
-pengakuan
informasi/dokumen elektronik sebagai alat bukti hukum yang sah (Pasal 5 &
Pasal 6 UU ITE)
-tanda
tangan elektronik (Pasal 11 & Pasal 12 UU ITE)
-penyelenggaraan
sertifikasi elektronik (certification authority, Pasal 13 & Pasal 14 UU
ITE)
-penyelenggaraan
sistem elektronik (Pasal 15 & Pasal 16 UU ITE).
Contoh kasusnya
adalah : penjualan barang-barang elektonik yang illegal atau barang-barang
elektonik yang di selundupkan/tidak melalui bea cukai.
Reade more >>